Wisata Luar Angkasa Diperkirakan Bisa Membahayakan Atmosfer Bumi
Jakarta - Perkembangan wisata luar angkasa atau room tourism dikhawatirkan dapat
merusak atmosfer bumi dan berkontribusi pada perubahan iklim.
Bulan Juli 2021 lalu, pengusaha Richard Branson dan Jeff Bezos
masing-masing terbang ke luar angkasa menggunakan roket buatan
perusahaan mereka.
Dilansir dari Kompas.com, Branson menaiki roket VSS
Unity dari Virgin Galactic, sementara Bezos terbang dengan roket New
Shepard dari Blue Beginning.
"Misi kami adalah membuat luar angkasa dapat diakses oleh siapapun,"
kata Branson setelah kembali ke bumi, Minggu (11/7/2021),
dikutip dari
situs web resminya. Langkah yang dilakukan Branson, Bezos, dan Elon Musk
(SpaceX) dinilai semakin membuka kesempatan bagi warga sipil untuk bisa
menjelajahi luar angkasa.
Bahkan, Virgin Galactic telah menjual tiket ke luar angkasa yang
dibanderol mulai dari Rp 6,5 miliar. Kendati demikian, para ilmuwan
cemas bahwa maraknya penerbangan roket akan berdampak negatif terhadap
lingkungan di bumi.
Menyebabkan polusi
SpaceShipTwo, salah satu armada luar angkasa milik Virgin Galactic,
ditenagai oleh crossbreed rocket motor dengan menggabungkan elemen roket
padat (strong rockets) dan mesin roket cair (fluid rocket engines),
dikutip dari laman resminya.
"Mesin crossbreed menggunakan berbagai jenis bahan bakar, tapi mereka
selalu menghasilkan banyak jelaga," ujar Partner Teacher teknik
kedirgantaraan dari Politecnico di Milano, Italia, Filippo Maggi,
dilansir dari space.com.
Ia menambahkan bahwa mesin tersebut bekerja seperti lilin, dan proses
pembakarannya menciptakan kondisi yang menghasilkan jelaga.
Sementara itu, analis di Northern Skies Study bernama Dallas Kasaboski
menerangkan, penerbangan suborbital satu kali dari Virgin Galactic yang
berdurasi satu jam setengah dapat menghasilkan tingkat polusi yang
setara dengan penerbangan trans-Atlantic selama 10 jam.
Hal tersebut
cukup mengkhawatirkan lantaran Virgin Galactic berambisi menerbangkan
wisatawan ke batas luar angkasa beberapa kali sehari.
Untuk informasi, menurut space.com, penerbangan suborbital adalah
penerbangan yang mencapai ketinggian tertentu dan belum mencapai orbit
dengan kecepatan yang lebih rendah.
Untuk informasi, menurut space.com, penerbangan suborbital adalah
penerbangan yang mencapai ketinggian tertentu dan belum mencapai orbit
dengan kecepatan yang lebih rendah.
Berdampak ke lapisan atmosfer Saat
diluncurkan, roket membutuhkan propelan dalam jumlah besar agar dapat
keluar dari atmosfer bumi. Roket Falcon 9 dari SpaceX, misalnya,
membutuhkan kerosin.
The Guardian melaporkan, bahan-bahan tersebut melepaskan berbagai zat ke atmosfer, antara lain karbon dioksida dan klorin.
Associate teacher physical geography dari University London bernama
Eloise Marais menjelaskan, walau emisi karbon roket dinilai lebih kecil
dibanding industri penerbangan, namun persentasenya naik hingga mencapai
5.6 persen per tahun.
"Untuk satu penerbangan jarak jauh (long-haul), terdapat satu hingga
tiga heap karbon dioksida (per penumpang)," kata Marais, dikutip dari
The Guardian. Sedangkan, saat peluncuran roket, 200-300 bunch karbon
dioksida dibagi untuk sekitar empat penumpang.
Adapun salah satu masalah utama dari penerbangan roket adalah
kemampuannya mencemari lapisan atmosfer bumi yang lebih tinggi yang akan
bertahan selama dua hingga tiga tahun.
Untuk makhluk hidup di bumi, bahan bakar dapat mengeluarkan panas dalam jumlah besar sekaligus menambah ozon di lapisan troposfer yang dapat menahan panas, seperti efek rumah kaca.
Komentar
Posting Komentar